RUMAH merupakan kebutuhan primer. Memiliki hunian yang layak merupakan impian semua orang. Namun, lantaran faktor ekonomi dan keterbatasan daya beli maka impian tersebut sulit diwujudkan. Khususnya di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan berpenghasilan tidak tetap.
Pertumbuhan komponen pembentuk harga rumah, khususnya tanah naik dengan cepat setiap tahunnya. Sayangnya pertumbuhan tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan daya beli masyarakat.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Ir Basyaruddin Akhmad MSc mengatakan, saat ini masih banyak masyarakat yang memiliki masalah bagaimana mendapatkan kebutuhan rumah, ketersediaan dana dan akses untuk pembiayaan serta sumber dana. Disinilah dituntut adanya peran serta pemerintah.
Mereka perlu mendapatkan dukungan untuk memperoleh rumah atau hunian yang layak. “Mereka (MBR dan berpenghasilan tidak tetap, red) berhak memperoleh rumah,” ujarnya saat rapat koordinasi Usulan Bantuan Program Subsidi Upah (PSU) Perumahan Tahun Anggaran 2022 untuk wilayah Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Lampung.
Acara yang berlangsung di Hotel Excelton Palembang pada 16 Maret 2021 itu dihadiri pihak terkait dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan, Pemprov Kepulauan Bangka Belitung, Pemprov Lampung dan Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Sumatera V.
Terkait permasalahan tersebut, pihaknya bersama stakeholder terkait terus bersinergi, mencari formulasi yang tepat sehingga masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap bisa mendapatkan rumah. “Pemerintah harus hadir berada bersama masyarakat dan menjadi problem solver,” cetusnya.
Dijelaskan Basyaruddin, saat ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel telah melakukan tujuh upaya untuk pemenuhan kebutuhan rumah bagi MBR dan penghasilan tidak tetap. Yakni mendorong dan memfasilitasi pembangunan hunian baru yang layak, mensosialisasikan bantuan subsidi berupa bantuan uang muka dan FLPP pada rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Lalu mendorong lembaga keuangan bank, peningkatan kualitas lingkungan perumahan, dan memberikan pelayanan PSU pada perumahan, termasuk PSU kawasan berskala besar. Berikutnya melakukan program penanganan permukiman kumuh secara terpadu, dan menata kawasan permukiman kumuh.
Berbagai upaya yang dilakukan tersebut menunjukkan hasil yang positif. Pada periode 2015 – 2020 atau lima tahun terakhir, terjadi kenaikan persentase kepala keluarga yang memiliki rumah di Sumsel. Namun tidak terlalu signifikan. Sedangkan persentase rumah tidak layak huni mengalami penurunan. Meski tidak signifikan. (lihat grafis). Ke depan, dengan adanya sinergi seluruh stakeholder, baik pemerintah, swasta dan masyarakat maka permasalahan penyediaan rumah ini dapat diatasi. “Membantu masyarakat mewujudkan impian memiliki rumah,” tukasnya. (*)